Thursday, October 25, 2007

ALA = Andi Lita Asti

Dear Lita dan Ibu,

Kemarin ayah chatting dengan seorang kawan yang sedang sekolah di Malaysia. Ayah ingin menceritakan kalau ayah mendapat beasiswa ALA untuk sekolah doktor di Australia. Ayah bilang sama dia, "Ded coba lihat perjuangan ALA di blogku, mungkin suatu saat ada manfaatnya buatmu". Kawan ini menjawab dengan lugunnya. ALA itu apa Bli? ALA = Andi Lita Asti?

Ayah sendiri terkejut mendengar pertanyaan polosnya ini. Ternyata apa yang kita sebut kebetulan (yang katanya sesungguhnya terencana), itu masih terjadi di dunia ini. Inilah dunia kita yang penuh dengan jejak-jejak makna seperti kata Gede Prama.

Sunday, October 21, 2007

Orang-orang pilihan



Dear Ibu dan Lita di tanah air,
Berada di New York dan membuat buku membuat ayah memiliki akses dengan orang-orang top di negeri ini. Sampai kini ayah telah bertemu dengan banyak sekali orang top yang sempat ayah hadiahi buku. Bukunya diberikan ke beliau-beliau karena memang secara langsung maupun tidak mempunyai kepentingan dengan materi dalam buku tersebut.

Yang paling kiri adalah Prof. Hasjim Djalal, mantan duta besar Indonesia untuk berbagai negara dan adalah "veteran" hukum laut Indonesia yang diakui dunia. Ayah bertemu beliau di Sekretariat PBB di New York ketika memberikan seminar. Keampuhannya memang terbukti. Semua orang terpukau melihat presentasinya. Foto di tengah adalah Mohammad Sobary, Kang Sejo yang telah menulis segudang artikel dalam hidupnya. Beliau sempat menjadi ketua Kantor Berita Indonesia, Antara. Ayah bertemu dengat beliau di acara konferensi Alumni ADS di Jakarta. Sedangkan yang paling kanan adalah Dr. Marty Natalegawa, Duta Besar Perwakilan Tetap Republik Indonsia untuk PBB. Beliau adalah diplomat dengan karir cemerlang, menjadi Duta Besar Indonesia untuk UK di usia 43 tahun. Pertemuan dengan Pak Marty terjadi di Gedung PTRI di New York, setelah sebelumnya bertemu di Gedung Sekretariat PBB secara tidak sengaja.

Ayah tidak tahu apakah pertemuan dengan orang-orang besar ini akan membawa manfaat di kemudian hari. Yang jelas, karya ayah ada di tangan orang-orang yang berpengaruh. Semoga ia mencapai tujuannya dan memberi makna kepada negeri ini.

Ayah dan Anak

Banyak sekali kawan saya yang bilang kalau Lita mirip sekali dengan Ayahnya. Wajahnya yang pastilah paling kentara. Tapi saya yakin kalau banyak yang tidak tahu kal au sifatnya pun sangat mirip ayahnya. Tiga foto di atas yang diambil tanpa rekayasa oleh Ibu membuktikan hal itu. Dalam satu periode tidur, berkali kali kami tanpa sengaja ber'pose' sama. Ini tanda-tanda sifat yang sama kan? :) Jadi kalau Lita kadang tidak sabar, suka protes, dan selalu punya ide yang membuat ibunya geleng-geleng kepala, saya segera tahu dari mana semua itu berasal :)

Tuesday, October 16, 2007

Cinta terakhir

Lagu untuk Ibu dari ayah... I miss you so... Lita, jaga ibu untuk ayah ya. I love you two.


Tak semestinya
Ku merasa sepi
Kau dan aku
Di tempat berbeda
Seribu satu alasan
Melemahkan , tubuh ini

Aku disini
Mengingat dirimu
Ku menangis tanpa air mata
Bagai bintang tak bersinar
Redup hati ini

Dan ku mengerti sekarang
Ternyata kita menyatu
Di dalam kasih yg suci
Kuakui kamulah cinta terakhir (cintaku)

Thursday, October 11, 2007

Lita potong rambut

Setelah sekian lama ibu bercita-cita memanjangkan rambut Lita akan terkesan girly, akhirnya ibu menyerah pada keputusan utk memotong rambut. Ibu perhatikan cita-cita ibu telah menyiksa Lita karena kegerahan....
Saat ibu bawa Lita ke salon, tanpa menangis sedikitpun Lita duduk manis di kursi salon dengan dibungkus handuk dan dilapisi kain yang menutup badannya. Dengan patuh dia ikuti perintah sang hairdresser... liat kaca dek, merem dek, jangan gerak dek, liat ibu dek... sambil kres kres kres... Sang hairdresser agak kebingungan liat alur rambut Lita yang unik... Alhasil Lita tampil dengan kids style, alias potong pendek hehe.... Lita pun nampak happy dengan kesegaran barunya, no more garuk-garuk :)

Ibu sadar memang kita tidak boleh memaksakan keinginan/cita-cita kita pada anak. Berikan kesempatan utk memilih dan memutuskan cita-citanya sendiri as long as she happy and responsible for her decision. ILU Lita...

Bertemu Pak Marty

Dear Ibu, Lita dan pembaca :)

Nampaknya belakangan ini hanya Ayah yang rajin nulis ya, ibu sibuk sekali he he he. Ok no worries, silahkan Ibu selesaikan dulu kerjaannya, setelah itu sempatkan posting ya.

Hari ini sangat istimewa bagi ayah karena sempat bertemu Bapak Marty Natalegawa, Dutebesar Luar Biasa Indonesia untuk Perwakilan Tetap kita di PBB. Bapak Marty ini istimewa karena beliau adalah pejabat tinggi plus karena beliau mencapai jabatan tinggi itu di usia yang sangat amat muda. Pak Marty sudah mejabat Duta Besar untuk UK di usia 43 dan sekarang beliau baru berusia 44 tahun. Sangat muda untuk ukuran seorang Duta Besar. Oleh karenanya, tentu tidak berlebihan kalau ayah bilang bahwa bertemu Pak Marty adalah keistimewaan.

Ibu dan Lita mau tahu bagaimana awal mulanya?
Suatu saat ayah berada di Sekretariat PBB di 1st Avenue, Manhattan, untuk mengantar seorang kawan dari Filipina membuka rekening bank. Ketika menunggu, tiba-tiba terdengar seseorang berbicara di telepon dalam Bahasa Indonesia. Tidak terlalu umum mendengar orang bebahasa Indonesia di Gedung PBB, jadi ayah perhatikan. Ternyata orang itu adalah Pak Marty. Tentu saja ayah tahu karena beliau sangat populer di koran dan TV.

Ayah putuskan untuk menyapa saat beliau sudah selesai menelpun. Terjadilah pembicaraan, ayah berbasa basi sejenak dan beliau bertanya apa yang ayah lakukan di New York. Ayahpun kemudian menjelaskan. Beliau sangat tertarik karena topik batas maritim dan hukum laut sangat terkait dengan posisinya. Tanpa berpanjang-panjang beliau mengundang ayah untuk datang ke kantornya. "Silahkan kotak sekretaris saya untuk mengatur waktu pertemuan", begitu katanya.

Hari ini ayah betemu beliau, didampingi Pak Adam, staff hukumnya. Pertemuan sangat baik, juga produktif. Terlihat Pak Marty memang seorang diplomat yang progressif. Belaiau anti birokrasi yang berbelit-belit itu terlihat dari komentarnya. Pak Marty juga seorang pendengar yang baik.
Acara ditutup dengan buka bersama. Ayah tentu saja termasuk orang yang ikut saur, tetap makan siang dan selalu semangat untuk buka :) Ayah juga berkenalan dengan banyak diplomat di PTRI, termasuk dengan Bapak Putu, penasihat militer PTRI yang adalah ahli rudal. Beliau juga sangat bersahabat, seorang tentara yang saintis.

Thursday, October 04, 2007

Kantor, Rumah dan Makanan

Dear Ibu, Lita dan pengunjung :)

Ini adalah sebuah cerita ringan tentang aktivitas sehari-hari di New York. Beberapa hari yang lalu ada acara makan siang bersama hampir seluruh karyawan DOALOS (Office of Legal Affairs) di sebuah restoran Italia di jalan 2nd Ave. tidak jauh dari kantor PBB (UN Plaza). Ini katanya adalah tradisi untuk menjaga suasana akrab sesama karyawan.

Layaknya makan di restoran barat, pilih sendiri dan bayar sendiri tentu saja. Menunya cukup 'aneh', bagi orang Bali yang biasa makan lawar. Demi sosialisasi, toh tidak ada salahnya dicoba. Seorang kawan berkebangsaan Italia bergurau, "you have to tell us the famous Indonesian Restaurant in Manhattan so we can go there someday". Singkat kata, makan siang waktu itu sangat berkesan. Semua orang menikmati dan semuanya lepas sejenak dari kesibukan kerja.

Cerita lain seputar hidup di sini adalah perihal aktivitas kantor. Berada di Gedung PBB memang sebuah priviledge. Setiap hari bergaul dengan orang dari berbagai negara dan mendengar isu yang dulunya hanya dibaca dari buku dan korang. Dua hari yang lalu sempat mengikuti sidang resolusi hukum laut bersama DOALOS dan delegasi beberapa negara. Sangat berkesan menyaksikan debat berkualitas para peserta sidang. "Yes, Canada." atau "Thank you China" begitu koordinator ketika mempersilahkan atau menanggapi argumentasi dari berbagai delegasi. Hukum yang mempengaruhi planet bumi memang sedang dibicarakan di ruangan ini, saya beruntung ada di dalamnya. Sayang sekali, sebagai fellow saya tidak memilki hak bicara karena tidak bisa mewakili Indonesia.

Untuk urusan makan, di daerah Queens ada banyak restoran China, terutama di daerah Broadway. Makanannya enak dan tidak mahal. Selain itu ada juga toko Asian Groceries tempat membeli bumbu dan bahan makanan Asia termasuk Indomie dari Indonesia. Semuanya mudah dan dengan harga yang masih terjangkau. Setidaknya terjangkau oleh seorang UN-Nippon Fellow :)

Yang agak mengganggu adalah tiap hari harus berpakaian kemeja dan berdasi kalau di kantor. Konsekuensinya, harus nyetrika baju setiap minggu. Ini yang sudah lama tidak dilakukan, mungkin sejak 3 tahun lalu. Di sini, mencuci dilakukan di laundri bersama menggunakan coin. Jadi teringat film 40 nights 40 days ketika Matt dan Erica bertemu pertama kali di Public Laundry. Tentu saja di sini tidak ada Erica walaupun Ayah juga seperti Matt sedang 'puasa' 40 hari 40 malam [bahkan lebih] he he he.

Layaknya orang udik yang tumben ke gedung PBB, aktivitas foto-masih saja berlangsung. Tidak tega rasanya melewatkan setiap sudut tempat dan kejadian di sini tanpa mengabadikannya. Setiap titik rasanya layak untuk dipotret dan semuanya indah. Sayang tidak sempat belajar motret yang baik sehingga hasilnya pun standar saja :(